Kamis, 03 Juli 2025

Al-Bayyinah: Bukti Nyata Kebenaran Ilahi dalam Al-Qur'an dan Kenabian Muhammad


Tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Bayyinah ayat 1 menjelaskan makna dari firman Allah SWT:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Artinya: "Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata."

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan tentang sikap orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang musyrik (penyembah berhala). Mereka tidak akan berpaling atau meninggalkan kekafiran dan kesesatan yang mereka pegang teguh, kecuali setelah datang kepada mereka "Al-Bayyinah" (bukti yang nyata).

Siapakah Al-Bayyinah itu?

Dalam ayat selanjutnya (ayat 2), Al-Bayyinah ini dijelaskan sebagai:

رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً

Artinya: "(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al-Qur'an)."

Jadi, menurut Tafsir Ibnu Katsir, Al-Bayyinah yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam itu sendiri, yang datang membawa Al-Qur'an.

Ibnu Katsir menegaskan bahwa Ahli Kitab dan orang-orang musyrik telah lama berada dalam kesesatan dan keyakinan yang salah. Mereka tidak akan berubah dari keadaan mereka tersebut sampai datang kepada mereka kebenaran yang jelas dan nyata, yaitu diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan membawa Al-Qur'an. Ini berarti bahwa sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, mereka berpegang teguh pada keyakinan mereka dan tidak ada yang dapat membuat mereka meninggalkannya. Namun, dengan kedatangan beliau sebagai utusan Allah dan Al-Qur'an sebagai bukti kebenaran yang suci, barulah ada alasan bagi mereka untuk meninggalkan kesesatan mereka.

Beberapa riwayat tafsir juga menyebutkan bahwa sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, Ahli Kitab, khususnya, telah mengetahui dan menanti-nantikan kedatangan seorang nabi akhir zaman yang dijanjikan dalam kitab-kitab mereka. Mereka bahkan bersumpah dan berkomitmen untuk mengikuti nabi tersebut. Namun, ketika Nabi Muhammad SAW benar-benar datang, sebagian dari mereka mengingkari dan tidak mau beriman karena kedengkian dan kesombongan.

Ringkasnya, ayat 1 Surat Al-Bayyinah ini menjelaskan bahwa orang-orang kafir (Ahli Kitab dan musyrikin) tidak akan meninggalkan kekafiran mereka hingga datang kepada mereka bukti yang jelas dan nyata, yang mana bukti tersebut adalah kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah yang membawa Al-Qur'an.

Selasa, 01 Juli 2025

Al-Zalzalah Ayat 8: Tiada Dosa Sekecil Debu pun yang Luput dari Balasan



Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Zalzalah Ayat 8

Surat Al-Zalzalah ayat 8 berbunyi:

وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُۥ

(Wa may ya'mal miṡqāla żarratin syarray yarah)

Artinya: "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihatnya pula."

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat ini merupakan kelanjutan dan penegasan dari ayat sebelumnya (ayat 7), yang berbicara tentang balasan kebaikan. Ayat 8 ini secara khusus membahas tentang balasan bagi perbuatan buruk. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini sebagai berikut:

  • "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun..." (وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا): Sama seperti pada ayat 7, kata "dzarrah" (ذَرَّةٍ) di sini juga merujuk pada sesuatu yang sangat kecil, sekecil atom atau partikel debu. Ibnu Katsir menekankan bahwa ini berarti tidak ada keburukan, kesalahan, atau dosa sekecil apa pun yang akan luput dari penglihatan dan perhitungan Allah SWT. Meskipun suatu perbuatan buruk dianggap remeh atau tidak signifikan oleh pelakunya, Allah Maha Mengetahui dan Maha Adil.

  • "...niscaya dia akan melihatnya pula." (يَرَهُۥ): Maksudnya, pada Hari Kiamat nanti, setiap hamba akan diperlihatkan hasil dari kejahatan yang telah ia lakukan. Hal ini bisa berupa siksaan, penyesalan, atau sebagai bukti yang memberatkan di hadapan Allah. Penekanan pada "melihatnya pula" mengisyaratkan bahwa sebagaimana kebaikan akan ditampakkan, keburukan pun demikian. Ini adalah peringatan keras bagi manusia untuk senantiasa menjauhi segala bentuk kejahatan, baik yang besar maupun yang kecil.

Secara keseluruhan, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kedua ayat ini (7 dan 8) datang berpasangan untuk menunjukkan kesempurnaan keadilan Allah SWT. Tidak ada amal, sekecil apa pun, baik atau buruk, yang akan terlewatkan dari catatan dan balasan-Nya. Ini menjadi dasar bagi konsep pertanggungjawaban penuh di akhirat dan dorongan bagi manusia untuk senantiasa berhati-hati dalam setiap tindakan, perkataan, dan niatnya.



Al-Bayyinah: Bukti Nyata Kebenaran Ilahi dalam Al-Qur'an dan Kenabian Muhammad

Tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Bayyinah ayat 1 menjelaskan makna dari firman Allah SWT: لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِت...