Rabu, 30 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Ma'un ayat 7 : Enggan Menolong, Ciri Orang Celaka

tafsir lengkap Surat Al-Ma’un ayat 7 berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir dan penjelasan para ulama:


📖 Ayat 7 — وَيَمْنَعُونَ ٱلْمَاعُونَ

"Dan mereka enggan (memberikan) bantuan yang berguna."


📚 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa “al-Ma'un” adalah segala bentuk bantuan kecil yang biasa diminta tetangga atau sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.

💬 Beliau mengutip beberapa pendapat dari para sahabat dan tabiin:

  • Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan Ikrimah mengatakan:
    "Al-Ma'un" adalah hal-hal seperti ember, kapak, timba, dan piring — benda yang bisa dipinjam dan digunakan bersama.

  • Sebagian lain menyebut bahwa "al-Ma'un" mencakup juga zakat, karena zakat adalah bentuk bantuan nyata terhadap sesama, baik besar maupun kecil.

🔸 Intinya, ayat ini mencela orang-orang yang enggan memberi manfaat, bahkan dalam hal yang kecil dan ringan, apalagi dalam hal besar. Ini menunjukkan bakhil, egois, dan tidak peduli kepada orang lain, padahal Islam mengajarkan kedermawanan dan tolong-menolong.


🧠 Pesan & Hikmah dari Ayat Ini:

  1. Keimanan sejati mendorong kepedulian sosial. Tidak cukup hanya dengan ritual ibadah, jika tidak ada kepedulian terhadap sesama.

  2. Orang munafik terlihat dari perilaku sosialnya — suka pamer ibadah, lalai dalam shalat, dan pelit dalam bantuan.

  3. Al-Ma’un bisa berarti zakat, bisa juga hal kecil seperti meminjamkan alat rumah tangga. Semuanya mencerminkan empati dan kasih sayang.

  4. Islam mengajarkan sifat kedermawanan, bahkan dalam hal kecil sekalipun, karena itulah tanda kelembutan hati.


🕋 "Dan enggan memberikan yang berguna." — ini bukan hanya soal barang, tapi juga soal hati yang tak mau meringankan beban orang lain.



Tafsir Alquran Surat Al Ma'un ayat 6 : Celaka Orang yang Shalat karena pencitraan


Tafsir Surat Al-Ma’un ayat 6 berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir:


📖 Surat Al-Ma’un Ayat 6

ٱلَّذِينَ هُمْ يُرَآءُونَ
"(yaitu) orang-orang yang berbuat riya’."


📚 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan sifat lanjutan dari orang-orang yang disebut celaka dalam ayat sebelumnya, yaitu mereka yang shalat namun tidak ikhlas. Mereka berbuat riya’, artinya mereka beribadah hanya untuk dilihat manusia, bukan karena mengharapkan ridha Allah.

🔹 Riya’ adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Ia membatalkan amal dan menjadi syirik kecil. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya: “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Riya’.” (HR. Ahmad)

🔹 Orang yang berbuat riya’:

  • Menampakkan ibadahnya agar dipuji.

  • Shalat dengan semangat hanya saat ada orang lain.

  • Tidak konsisten dalam amal jika tidak ditonton atau diketahui orang.


💡 Pelajaran Penting:

  1. Allah menilai niat di balik amal, bukan sekadar penampilan luarnya.

  2. Riya’ menghapus pahala ibadah dan membawa pelakunya kepada kehancuran.

  3. Ibadah sejati lahir dari keikhlasan, bukan untuk pencitraan.


“Riya’ adalah racun dalam ibadah. Ia membunuh pahala tanpa kita sadari.”



Tafsir Alquran Surat Al Ma'un ayat 5 : Shalat tapi Lalai, Celaka Menanti


Tafsir Surat Al-Ma’un ayat 5 berdasarkan Ibnu Katsir:

📖 Surat Al-Ma’un Ayat 5

ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
"(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya."


📚 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan siapa yang dimaksud dalam ayat sebelumnya (“celakalah orang-orang yang shalat”). Mereka adalah orang-orang yang lalai dari shalatnya—bukan meninggalkan shalat sepenuhnya, tapi mengabaikan kewajiban dan ketepatannya.

🔹 Makna “sahuun” (سَاهُونَ) adalah lupa, lalai, atau abai.
Ini bisa mencakup:

  • Shalat tidak tepat waktu (sering menunda atau menjamak tanpa alasan syar’i).

  • Tidak khusyuk atau hanya sekadar menggugurkan kewajiban.

  • Tidak peduli dengan tata cara, kekhusyukan, dan tujuan shalat.

Ibnu Katsir mengutip perkataan Ibnu Abbas dan Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa ayat ini tentang orang-orang munafik yang hanya shalat jika dilihat orang.


💡 Pelajaran Penting:

  1. Lalai dalam shalat bisa membawa kepada kehancuran, meskipun seseorang tetap menunaikannya.

  2. Kualitas shalat lebih penting daripada kuantitas, karena Allah melihat hati dan niat.

  3. Shalat adalah penghubung kita dengan Allah. Melalaikannya adalah tanda jauh dari keimanan yang sejati.


“Jika shalat yang seharusnya menjaga kita dari kejahatan justru dilakukan dengan lalai, bagaimana mungkin ia menyelamatkan kita?”



Tafsir Alquran Surat Al Ma'un ayat 4 : Celaka Bagi Orang Yang Shalatnya...


Berikut adalah tafsir Surat Al-Ma’un ayat 4 secara lengkap berdasarkan penjelasan ulama, terutama Ibnu Katsir:


📖 Surat Al-Ma’un Ayat 4

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ
"Maka celakalah orang-orang yang shalat."


📚 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini bukan mencela orang yang shalat secara umum, melainkan orang yang shalat dengan lalai dan tidak ikhlas. Ayat ini menjadi peringatan keras bagi mereka yang:

  • Menjadikan shalat sekadar ritual kosong tanpa hati dan keikhlasan.

  • Shalat hanya karena riya’ (pamer kepada manusia), bukan untuk Allah.

  • Meremehkan waktu dan tata cara shalat.

🔹 Kata “fa wailun” dalam bahasa Arab adalah bentuk ancaman keras. Menurut sebagian ulama, "wail" adalah nama lembah di neraka yang sangat dalam dan menyakitkan.


💡 Pelajaran Penting dari Ayat Ini:

  1. Shalat bukan sekadar gerakan, tapi juga harus dilakukan dengan niat dan kesadaran hati.

  2. Islam mengajarkan keikhlasan dan ketepatan waktu dalam shalat, bukan sekadar tampilan luar.

  3. Ayat ini memperingatkan bahwa ada orang yang shalat namun tetap celaka, karena niatnya bukan karena Allah.


Kesimpulan:

Shalat yang tidak ikhlas, dilakukan dengan malas, lalai, atau hanya ingin dilihat orang adalah tanda pendustaan agama — bukan ibadah yang diridhai Allah.



Selasa, 29 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Ma'un ayat 3 || Mengabaikan Fakir Miskin = Mendustakan Agama


Berikut adalah tafsir Surat Al-Ma’un ayat 3.


📖 Surat Al-Ma'un Ayat 3

وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ
"Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin."


📚 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang yang mendustakan agama bukan hanya enggan memberi, tapi juga tidak mendorong orang lain untuk membantu kaum miskin. Ini menunjukkan bahwa kelembutan hati dan semangat kebaikan telah hilang dari dirinya.

🔸 “Lā yaḥuḍḍu” berasal dari kata yang berarti tidak mendorong atau tidak menganjurkan — bahkan untuk amal yang jelas-jelas baik seperti memberi makan orang miskin.
🔸 Ia tidak menunaikan kewajiban sosial dan tidak peduli terhadap kebutuhan orang lain, seolah-olah kemiskinan adalah beban yang bukan urusannya.


💡 Pelajaran Penting dari Ayat Ini:

  1. Keimanan bukan hanya ritual, tetapi juga tampak dalam kepedulian sosial terhadap yang membutuhkan.

  2. Mengajak orang lain berbuat baik adalah bagian dari amal, dan meninggalkannya adalah tanda lemahnya iman.

  3. Islam sangat menekankan kepedulian terhadap kaum miskin — bukan sekadar sedekah, tapi juga mendorong sistem sosial yang adil.


“Siapa yang tidak peduli kepada kaum lemah, ia telah kehilangan bagian penting dari ajaran Islam.”



Tafsir Alquran Surat Al Ma'un ayat 2 : Menghardik Anak Yatim tergolong Pendusta Agama


tafsir Surat Al-Ma'un ayat 2:


📖 Surat Al-Ma'un Ayat 2:

الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
"Yaitu orang yang menghardik anak yatim."


📚 Tafsirnya:

  • Makna ayat:
    Ayat ini menggambarkan sifat orang yang mendustakan agama: yaitu mereka yang tidak memiliki belas kasihan, bahkan terhadap anak yatim yang seharusnya disantuni.
    Bukan hanya mengabaikan, mereka bahkan menghardik, menyakiti secara verbal maupun tindakan, dan tidak memberikan hak-haknya.

  • Penjelasan Ulama:

    • Ibnu Katsir menjelaskan bahwa orang seperti ini tidak hanya sekadar tidak berbuat baik, tapi juga berlaku kasar dan merendahkan anak-anak yatim.

    • Imam Al-Qurthubi menambahkan bahwa "mendorong anak yatim" di sini adalah simbol sikap kejam dan tidak peduli kepada golongan yang lemah.

  • Pelajaran dari ayat ini:

    • Islam sangat menekankan perhatian dan kasih sayang kepada anak yatim.

    • Mengabaikan, apalagi menyakiti anak yatim, adalah ciri orang yang tidak memahami dan tidak mengamalkan ajaran agama.

    • Kebaikan terhadap anak yatim menjadi salah satu ukuran keimanan seseorang.


✨ Kesimpulan:

Orang yang mendustakan agama adalah yang mengabaikan hak-hak anak yatim dan memperlakukannya dengan kasar. Islam mengajarkan kasih sayang, bukan kekerasan, kepada yang lemah.



Senin, 28 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Ma'un Ayat 1 : Peringatan bagi Pendusta Agama


 Surat Al-Ma'un ayat 1 berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir:


أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ

Artinya:
"Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?"


📖 Tafsir Lengkap:

Ibnu Katsir menerangkan bahwa dalam ayat ini, Allah bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ — dengan tujuan mengecam — tentang keadaan orang yang mendustakan agama.
Maksud dari "agama" (الدين - ad-din) di sini adalah:

  • Hari pembalasan (Yaumul Hisab),

  • Agama Islam itu sendiri,

  • Atau semua kewajiban yang dibawa oleh agama.

Orang yang mendustakan agama adalah orang:

  • Tidak percaya adanya hari kiamat,

  • Tidak meyakini balasan untuk amal baik dan buruk,

  • Tidak mau menjalankan kewajiban-kewajiban agama, seperti zakat, shalat, atau perhatian terhadap fakir miskin.

Dalam lanjutan surat ini (ayat-ayat berikutnya), Allah akan menerangkan sifat-sifat buruk mereka, seperti:

  • Menghardik anak yatim,

  • Tidak menganjurkan memberi makan orang miskin,

  • Lalai dalam shalat,

  • Berbuat riya (pamer),

  • Enggan menolong dengan kebaikan kecil.

Dengan demikian, ayat pertama ini adalah pembuka untuk mencela orang-orang yang tidak beriman secara benar, baik dalam akidah maupun amal perbuatan.


🔍 Kesimpulan Inti:

  • Orang yang mendustakan agama bukan hanya tidak beriman, tetapi juga tidak beramal dengan baik.

  • Surat ini menjadi peringatan bahwa iman sejati harus dibuktikan dengan kepedulian sosial, ibadah yang ikhlas, dan akhlak mulia.



Minggu, 27 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Kautsar ayat 3 : Musuh Rasulullah akan Terputus dari segala Kebaikan


Berikut tafsir Surat Al-Kautsar ayat 3 : 


إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus."


🕌 Tafsir Ibnu Katsir:

  • "Syāni'aka" (شانئك) berarti orang yang membenci dan memusuhi Nabi Muhammad ﷺ.

  • "Al-abtar" (الأبتر) bermakna yang terputus. Maksudnya adalah:

    • Terputus dari kebaikan,

    • Terputus dari rahmat Allah,

    • Terputus dari keturunan dan nama baik.

Konteks turunnya ayat ini:
Ketika putra-putra Rasulullah ﷺ wafat, kaum musyrikin Makkah mengejek Nabi dengan sebutan "abtar", yaitu orang yang tidak memiliki keturunan laki-laki untuk meneruskan namanya.
Sebagai balasan atas ejekan itu, Allah menurunkan ayat ini — menegaskan bahwa yang sebenarnya terputus adalah musuh-musuh Rasulullah ﷺ, bukan beliau.

Ibnu Katsir menegaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ justru semakin harum namanya di dunia dan akhirat, sedangkan musuh-musuh beliau yang terputus dari rahmat dan kehormatan.


🔍 Inti Tafsir Ayat 3:

  • Musuh-musuh Nabi akan terputus dari segala kebaikan.

  • Allah membela dan memuliakan Rasulullah ﷺ di dunia dan akhirat.

  • Ejekan kaum kafir dipatahkan dengan janji Allah yang pasti benar.



Sabtu, 26 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Kautsar ayat 1


i tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Kautsar ayat 1:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ

Artinya:
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu (Muhammad) nikmat yang banyak."


🕌 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa "Al-Kautsar" adalah nikmat yang sangat banyak yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Maknanya luas, tetapi di antara yang paling utama adalah:

  • Al-Kautsar adalah sebuah sungai di surga yang Allah khususkan untuk Nabi ﷺ. Airnya lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan pinggirannya dihiasi oleh kubah-kubah dari permata.

  • Selain itu, Al-Kautsar juga berarti semua bentuk kebaikan dan anugerah yang Allah berikan kepada Rasulullah ﷺ, termasuk kenabian, Al-Qur'an, syafaat, umat yang besar, dan kemenangan atas musuh.

Ibnu Katsir menukil banyak hadits shahih, seperti dari Anas bin Malik, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

"Al-Kautsar adalah sungai di surga yang diberikan Allah kepadaku."
(HR. Bukhari dan Muslim)


🔍 Inti Tafsir Ayat 1:

  • Allah menganugerahkan nikmat luar biasa kepada Nabi Muhammad ﷺ.

  • Nikmat itu berupa sungai Al-Kautsar di surga, juga semua kebaikan dan keutamaan lain di dunia dan akhirat.

  • Ayat ini sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan kepada Nabi Muhammad ﷺ.



Tafsir Alquran Surat Al Kafirun ayat 6

 tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Kāfirūn ayat ke-6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Artinya:
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."


🕌 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini adalah penutup dari sikap tegas Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi kaum kafir Quraisy. Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk menyatakan dengan jelas:

  • Bahwa setiap kelompok tetap dengan agamanya masing-masing.

  • Bahwa Islam adalah agama kebenaran yang dibawa Rasulullah ﷺ, sedangkan agama kaum musyrik adalah batil.

  • Ini bukan berarti kompromi atau persetujuan terhadap kekafiran, melainkan pernyataan pemutusan hubungan dalam hal keyakinan dan peribadahan.

Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah ﷺ dan orang-orang beriman tetap istiqamah dalam Islam, tanpa terpengaruh oleh ajakan kompromi apapun dari kaum musyrikin.


🔍 Inti Tafsir Ayat 6:

  • Menegaskan perbedaan prinsip antara Islam dan kekafiran.

  • Islam berdiri sendiri di atas tauhid yang murni.

  • Tidak ada jalan tengah dalam hal akidah.



Jumat, 25 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Kafirun ayat 5



Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Kāfirūn ayat ke-5:

وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Artinya:
"Dan kamu tidak (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah."


🕌 Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mengulang penegasan sebelumnya (ayat ke-3), untuk menunjukkan bahwa kaum kafir tidak akan pernah beribadah kepada Allah dengan cara yang benar, yakni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, berdasarkan wahyu dan tauhid yang murni.

Ini juga menegaskan bahwa antara ibadah kaum musyrikin dan ibadah kaum Muslimin tidak akan pernah bisa disamakan — baik dalam bentuk, tujuan, maupun esensi. Ibadah orang kafir bercampur dengan syirik, sementara ibadah Rasulullah ﷺ hanya ditujukan kepada Allah semata.


🔍 Inti Pesan Ayat 5 menurut Ibnu Katsir:

  • Penolakan terhadap penyamaan ibadah antara Islam dan kekufuran.

  • Kaum kafir tidak akan pernah beribadah dengan benar kepada Allah kecuali jika mereka masuk Islam dan meninggalkan syirik.

  • Penegasan bahwa agama Islam berdiri sendiri, tak bisa disatukan dengan keyakinan batil.


Tafsir Alquran Surat Al Kafirun ayat 4


Berikut contoh caption untuk tafsir Surat Al-Kāfirūn ayat 4 versi Ibnu Katsir:


"Tauhid tak bisa dikompromikan. ‘Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.’ (QS. Al-Kāfirūn: 4) — Islam berdiri di atas kemurnian ibadah hanya kepada Allah, tanpa syirik, tanpa negosiasi."






Kamis, 24 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Kafirun ayat 3


Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Kafirun ayat 3, yaitu:

وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

Artinya: "Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah."

Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini, sebagaimana pengulangan ayat sebelumnya (ayat ke-2), menegaskan perbedaan total antara ibadah kaum musyrikin dan ibadah Rasulullah ﷺ serta para pengikutnya. Ini adalah bentuk penolakan yang tegas atas segala bentuk kompromi dalam urusan aqidah dan ibadah.

Dalam konteks turunnya ayat ini, kaum musyrikin Quraisy pernah menawarkan kepada Rasulullah ﷺ suatu bentuk kompromi: mereka akan menyembah Allah selama setahun jika Rasulullah mau menyembah tuhan-tuhan mereka selama setahun juga. Maka Allah menurunkan surat ini untuk menolak tawaran tersebut secara total, dengan pengulangan yang kuat dan lugas.

Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa pengulangan ayat ini adalah bentuk penegasan dan penolakan yang semakin kuat terhadap praktik-praktik ibadah mereka. Allah menyatakan bahwa apa yang mereka sembah tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang disembah oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Inti Penafsiran:

  • Tidak akan pernah ada titik temu antara tauhid dan syirik.

  • Kaum musyrik tidak menyembah Allah dengan cara yang benar.

  • Rasulullah ﷺ dan umat Islam menolak menyembah selain Allah, kapan pun juga.


Tafsir Alqur'an Surat Al Kafirun ayat 2

Tafsir Alquran Surat Al Kafirun ayat 1


Berikut adalah tafsir lengkap Surat Al-Kafirun ayat 1 menurut Ibnu Katsir:


📖 QS. Al-Kafirun: Ayat 1

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
"Katakanlah: Wahai orang-orang kafir,"


📚 Tafsir Ibnu Katsir – Penjelasan Lengkap:

Surat ini adalah pernyataan pemutusan total antara tauhid dan kekufuran, antara Islam dan semua bentuk kesyirikan. Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk menyatakan dengan tegas dan terbuka:

"Qul" – Katakanlah, wahai Muhammad!
"Yā ayyuhal-kāfirūn" – Wahai orang-orang kafir!

Frasa ini ditujukan kepada orang-orang kafir Quraisy, khususnya tokoh-tokohnya yang pernah mengajak kompromi kepada Rasulullah ﷺ. Mereka menawarkan:

  • Satu tahun mereka menyembah Allah,

  • Satu tahun Nabi Muhammad ﷺ ikut menyembah berhala mereka.

Sebagai tanggapan, Allah menurunkan surat ini sebagai penolakan tegas dan keras terhadap segala bentuk kompromi dalam akidah.


🧠 Makna Penting dari Ayat Ini:

  1. Tauhid tidak bisa dicampur dengan syirik.
    Islam memiliki prinsip yang tegas dalam masalah keyakinan.

  2. Penegasan identitas keimanan.
    Seorang Muslim tidak boleh malu atau menyembunyikan aqidahnya, apalagi dalam hal tauhid.

  3. Adab dalam menyampaikan kebenaran:
    Meskipun tegas, Nabi tetap diperintahkan menyampaikannya dengan kata "Qul", yaitu bentuk komunikasi langsung namun sopan.


📝 Catatan Tambahan:

  • Surat ini disebut juga Surat Al-Ikhlas fil-‘Amal, yaitu surat yang menunjukkan keikhlasan dalam amal dan ibadah, hanya kepada Allah semata.

  • Rasulullah ﷺ sering membaca surat ini dalam shalat sunnah, termasuk dalam rakaat pertama shalat sunnah Fajar dan Witir.


Rabu, 23 April 2025

Tafsir Alquran Surat An Nasr ayat 3


Berikut adalah tafsir lengkap Surat An-Nasr ayat 3 berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir:


📖 Surat An-Nasr Ayat 3:

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat."


📚 Tafsir Ibnu Katsir – Penjelasan Lengkap:

Setelah Allah menyebutkan pertolongan dan kemenangan, serta manusia masuk Islam dalam jumlah besar, maka Allah memerintahkan Rasul-Nya ﷺ untuk:

1. Tasbih dan Tahmid:

  • "Fasabbih biḥamdi rabbik" berarti:
    Bertasbihlah (mensucikan Allah) dari segala kekurangan
    Sambil memuji-Nya (tahmid) atas nikmat besar berupa kemenangan dan tersebarnya Islam.

  • Ini menunjukkan bahwa di puncak keberhasilan, manusia justru harus semakin dekat kepada Allah, bukan sombong.

2. Istighfar (Memohon ampun):

  • Meski telah berhasil, Rasulullah ﷺ tetap diperintahkan memohon ampun kepada Allah.

  • Ini mengajarkan bahwa tidak ada yang sempurna, dan merendah di hadapan Allah adalah bentuk syukur tertinggi.

3. "Innahu kana tawwābā":

  • Allah adalah Maha Penerima tobat, dan selalu menerima siapa saja yang kembali kepada-Nya dengan tulus.

  • Ayat ini menjadi peringatan lembut bahwa waktu Rasulullah ﷺ di dunia sudah mendekati akhir, dan saatnya bertemu dengan Rabb-nya.


🧠 Pelajaran Penting (Hikmah):

  1. Setelah kemenangan, bukan kesombongan… tapi sujud dan istighfar.

  2. Rasulullah ﷺ, meski maksum (terjaga dari dosa), tetap diperintahkan istighfar — apalagi kita.

  3. Kemenangan dunia harus diiringi dengan kesadaran akhirat.

  4. Ayat ini menjadi isyarat turunnya ajal Nabi ﷺ, sehingga para sahabat yang jeli seperti Abu Bakar menangis saat surat ini turun.



Selasa, 22 April 2025

Tafsir Alquran Surat An Nasr ayat 2


Berikut adalah tafsir lengkap Ibnu Katsir untuk Surat An-Nasr ayat 2:


📖 Ayat 2:

وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
"Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong."


📚 Tafsir Ibnu Katsir – Penjelasan Lengkap:

Setelah Allah menyebutkan dalam ayat pertama bahwa kemenangan dan pertolongan-Nya telah datang (yakni Fath Makkah), maka ayat kedua ini menggambarkan dampak besar dari kemenangan tersebut:
👉 Manusia mulai masuk Islam dalam jumlah yang sangat banyak, secara berbondong-bondong (afwājā).

📝 Penjelasan Ibnu Katsir:

  1. "Afwājā" artinya kelompok demi kelompok, bukan lagi individu seperti sebelumnya.
    Dahulu, sebelum Fath Makkah, orang-orang masuk Islam satu per satu atau dalam jumlah kecil.

  2. Setelah Mekkah ditaklukkan secara damai, pengaruh Islam meluas ke seluruh Jazirah Arab.
    Orang-orang yang sebelumnya menunda-nunda masuk Islam, kini melihat kekuatan dan keadilan Rasulullah ﷺ, lalu datang dengan sukarela untuk menerima Islam.

  3. Menurut riwayat Ibnu Abbas, inilah tanda bahwa dakwah Nabi ﷺ telah sempurna, dan tugas beliau hampir selesai. Surat ini menjadi isyarat dari Allah bahwa wafatnya Rasulullah ﷺ sudah dekat.

  4. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ketika surat ini diturunkan, Rasulullah ﷺ memahami bahwa ajal beliau telah dekat, dan beliau pun memperbanyak dzikir dan istighfar.


🧠 Pelajaran Penting:

  • Islam akan menyebar dengan kekuatan akhlak dan keadilan, bukan hanya senjata.

  • Keberhasilan dalam dakwah tidak selalu berarti akhir dari perjuangan, tapi bisa menjadi awal dari tanggung jawab spiritual lebih besar.

  • Umat Islam diajarkan untuk tetap merendah dan bertasbih di tengah kemenangan.



Tafsir Alquran Surat An Nasr ayat 1


Berikut adalah gambaran singkat tentang Penaklukan Kota Mekkah (Fath Makkah) yang terjadi pada tahun 8 Hijriyah:


🌟 Latar Belakang:

Penaklukan Mekkah terjadi setelah kaum Quraisy melanggar perjanjian Hudaibiyah. Rasulullah ﷺ pun memimpin sekitar 10.000 pasukan muslimin menuju Mekkah untuk menaklukkan kota suci itu secara damai.


🏞️ Gambaran Peristiwa:

1. Pasukan Besar dan Tertib:

  • Umat Islam masuk Mekkah dari berbagai arah secara damai dan tanpa perlawanan besar.

  • Penduduk Mekkah diperintahkan untuk tetap di rumah atau berlindung di Masjidil Haram agar selamat.

2. Tidak Ada Balas Dendam:

  • Rasulullah ﷺ tidak melakukan pembalasan terhadap musuh-musuh lamanya, bahkan mereka yang dulu menyiksanya di Mekkah.

  • Beliau berkata kepada penduduk:

    “Pergilah kalian, karena kalian bebas.”
    (Idhhabū fa antum ṭulaqā’)

3. Pembersihan Ka'bah dari Berhala:

  • Nabi ﷺ masuk ke Masjidil Haram dan menghancurkan lebih dari 300 berhala di sekitar Ka'bah, sambil membaca:

    وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ
    (“Kebenaran telah datang, dan kebatilan telah lenyap.” – QS Al-Isra: 81)

4. Penduduk Mekkah Masuk Islam:

  • Setelah melihat akhlak dan keadilan Rasulullah, banyak tokoh Quraisy termasuk Abu Sufyan masuk Islam.

  • Mekkah pun menjadi kota Muslim tanpa pertumpahan darah besar.


💡 Makna dan Hikmah:

  • Fath Makkah adalah simbol kemenangan Islam dengan kedamaian dan pemaafan.

  • Ini adalah puncak kemenangan dakwah Rasulullah ﷺ, sekaligus isyarat bahwa misi beliau hampir selesai (terkait Surat An-Nasr).



Senin, 21 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Lahab ayat 5


Berikut adalah tafsir lengkap Ibnu Katsir untuk Surat Al-Lahab ayat 5 — ayat terakhir dalam surat ini:


🔹 Ayat 5:

فِى جِيدِهَا حَبْلٌۭ مِّن مَّسَدٍۢ
Artinya: Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal.


🟤 Penjelasan Lengkap dari Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini melanjutkan penghinaan dan ancaman terhadap Ummu Jamil, istri Abu Lahab, dengan menggambarkan bentuk siksaan yang khusus untuknya:


Makna “فِى جِيدِهَا” (di lehernya):

  • Yang dimaksud adalah leher Ummu Jamil, dan kata "jīd" merujuk pada leher yang dihiasi (dalam budaya Arab, leher perempuan sering dihias perhiasan).

  • Tapi dalam ayat ini, Allah menggambarkan bahwa di lehernya bukan kalung emas, melainkan tali dari sabut neraka — sebagai balasan atas kesombongan dan kedengkiannya.


Makna “حَبْلٌۭ مِّن مَّسَدٍۢ” (tali dari sabut yang dipintal):

Ibnu Katsir menyebut beberapa penafsiran dari para ulama:

  1. Tali dari sabut pohon kurma (serat kasar):
    ➤ Ini menggambarkan siksaan yang pedih dan kasar, di mana leher Ummu Jamil akan terjerat tali kasar yang dipintal dari sabut — sangat menyakitkan dan merendahkan.

  2. Tali yang digunakan untuk menggiring ke neraka:
    ➤ Ada juga yang menafsirkan bahwa tali ini adalah alat untuk menyeretnya ke dalam neraka atau untuk mengikatnya sebagai bentuk azab.

  3. Makna simbolik:
    ➤ Tali ini bisa juga bermakna beban dosa, kedengkian, dan fitnah yang selalu ia bawa selama hidupnya — kini menjadi alat azab yang membelenggunya.

Ibnu Katsir menegaskan bahwa ini adalah bentuk balasan yang sangat rinci dari Allah, menunjukkan betapa besar kejahatan Ummu Jamil terhadap Nabi ﷺ.


🔸 Catatan Tambahan:

  • Dalam kehidupan dunia, Ummu Jamil dikenal suka membawa duri dan meletakkannya di jalan Nabi, sehingga digambarkan membawa kayu bakar.

  • Maka tali sabut di lehernya di akhirat adalah “kalung balasan” dari amal buruknya.


📝 Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir Ayat 5:

  • Ummu Jamil, yang sombong dan gemar menyebar kebencian, akan disiksa dengan tali sabut kasar di lehernya.

  • Ini adalah azab setimpal dan penghinaan yang nyata, sebagai balasan atas kedengkian dan penentangan terhadap Rasulullah ﷺ.



Minggu, 20 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Lahab ayat 4 : Istri Abu Lahab pembawa kayu bakar di neraka


Berikut adalah tafsir lengkap Ibnu Katsir untuk Surat Al-Lahab ayat 4:


🔹 Ayat 4:

وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ
Artinya: Dan istrinya, pembawa kayu bakar.


🟤 Penjelasan Lengkap dari Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:

Ayat ini berbicara tentang istri Abu Lahab, yaitu Ummu Jamil binti Harb, saudari Abu Sufyan. Ia termasuk orang yang paling keras memusuhi Nabi Muhammad ﷺ dan turut aktif menyebarkan kebencian terhadap dakwah Islam.


Makna “حَمَّالَةَ ٱلْحَطَبِ” (pembawa kayu bakar):

Ibnu Katsir menyebut dua penafsiran utama dari kalimat ini:

  1. Makna secara majazi (kiasan):
    ➤ Ummu Jamil menyebarkan fitnah, adu domba, dan permusuhan terhadap Nabi ﷺ.
    ➤ Disebut sebagai "pembawa kayu bakar" karena ia menyalakan api kebencian dan provokasi di tengah masyarakat, terutama di kalangan Quraisy.

  2. Makna secara hakiki (harfiah):
    ➤ Pada hari kiamat, ia benar-benar akan membawa kayu bakar ke neraka, yang digunakan untuk menyiksa dirinya dan suaminya sendiri, sebagai bentuk balasan yang setimpal dari Allah.
    ➤ Sebagian ulama mengatakan bahwa ia akan membawa duri dan ranting berduri di neraka dan memikulnya ke punggungnya sebagai bentuk siksaan.

Ibnu Katsir juga menambahkan bahwa kalimat ini adalah bentuk penghinaan langsung dari Allah terhadap Ummu Jamil, sebagai balasan atas permusuhan aktifnya terhadap Nabi.


🔸 Catatan Tambahan:

  • Dalam riwayat disebutkan, Ummu Jamil pernah membawa duri dan meletakkannya di jalan Nabi ﷺ.

  • Allah membalasnya dengan menjadikannya pembawa “bahan bakar” neraka secara harfiah dan maknawi.


📝 Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir Ayat 4:

  • Istri Abu Lahab dihina secara langsung oleh Allah karena aktif menyakiti Rasulullah ﷺ.

  • Disebut sebagai “pembawa kayu bakar” karena:

    • Di dunia, ia menyalakan kebencian dan fitnah.

    • Di akhirat, ia akan disiksa dengan membawa bahan bakar neraka.



Sabtu, 19 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Lahab ayat 3 : Azab Mengerikan Abu Lahab


Berikut adalah tafsir  Ibnu Katsir untuk Surat Al-Lahab ayat 3:


🔹 Ayat 3:

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
Artinya: Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.


🟤 Penjelasan Lengkap dari Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa:

“سَيَصْلَىٰ نَارًا” artinya: Abu Lahab akan memasuki dan dibakar di dalam api neraka, yaitu Naar Jahannam (api neraka Jahannam) sebagai balasan atas kekufuran dan permusuhannya terhadap Nabi Muhammad ﷺ.

“ذَاتَ لَهَبٍ” maksudnya: api itu memiliki nyala yang sangat panas dan berkobar hebat. Ini adalah penggambaran intensitas siksaan yang akan ia alami — tidak sekadar api biasa, tetapi api yang memiliki gejolak dan lidah api yang sangat menyala.

Ibnu Katsir juga menyampaikan bahwa:

  • Allah menggunakan kata "lahab" (yang berarti nyala api) sebagai balasan yang sesuai dengan nama julukan Abu Lahab. Nama aslinya adalah Abdul ‘Uzza, namun dia dijuluki Abu Lahab karena wajahnya tampak merah dan bercahaya (seperti nyala api).

  • Maka dari itu, balasannya juga dari jenis yang mirip — lahab (nyala api), dalam bentuk api neraka yang berkobar.

Selain itu, Ibnu Katsir mengutip beberapa riwayat dari para sahabat dan tabi'in bahwa ayat ini adalah penegasan bahwa Abu Lahab akan masuk neraka tanpa ampunan, sebagai bentuk azab yang sangat pasti dan dijanjikan oleh Allah ﷻ.


🔸 Hikmah Penting dari Ayat Ini menurut Ibnu Katsir:

  1. Kesombongan, kekufuran, dan permusuhan terhadap Nabi tidak akan pernah luput dari hukuman Allah.

  2. Penggunaan kata "lahab" adalah balasan yang sangat tepat bagi orang yang julukannya Abu Lahab — ini menunjukkan keindahan bahasa dan makna Al-Qur’an.

  3. Ini juga menjadi mukjizat Al-Qur’an karena Abu Lahab hidup bertahun-tahun setelah turunnya surat ini, namun ia tidak pernah masuk Islam, sehingga membuktikan kebenaran wahyu.



Tafsir Alquran Surat Al Lahab ayat 2 : Kekayaan Tak Menyelamatkan


Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Lahab ayat 2:


🔹 Ayat 2:

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَ

Artinya: “Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan.”


🔸 Penjelasan Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:

  1. "Mā aghnā ‘an-hu māluhū"
    ➤ Maksudnya: Hartanya tidak bermanfaat bagi dirinya sedikit pun pada hari kiamat.
    ➤ Meskipun Abu Lahab adalah orang kaya raya, hartanya tidak bisa menolak azab Allah.

  2. "wa mā kasab"
    ➤ Yang dimaksud dengan "apa yang ia usahakan" menurut sebagian ulama tafsir adalah:

    • Anak-anak dan keturunannya, karena dalam bahasa Arab, "kasab" juga digunakan untuk menyebut anak sebagai hasil usaha seseorang.

    • Ada juga yang menafsirkan sebagai segala jenis usaha dan jerih payah, termasuk pekerjaan dan pencapaian duniawi.

Ibnu Katsir menekankan bahwa ayat ini menunjukkan kerugian total bagi Abu Lahab, baik dari segi materi, usaha, maupun keturunan. Tidak ada satu pun yang bisa menyelamatkannya dari murka Allah.


Kesimpulan dari Tafsir Ibnu Katsir:

  • Abu Lahab tidak akan mendapatkan manfaat dari kekayaannya, yang dulu ia banggakan dan gunakan untuk memusuhi Nabi.

  • Ini adalah pelajaran bahwa harta dan usaha tanpa iman tidak akan berguna di akhirat.

  • Allah menegaskan kehinaan orang kafir, meskipun mereka dihormati

Tafsir Alquran Surat Al Lahab ayat 1


Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Lahab ayat 1 (تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ):


Tafsir Ibnu Katsir - Surat Al-Lahab Ayat 1:

"تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ"
Artinya: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa."


Penjelasan Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan doa kebinasaan terhadap Abu Lahab, paman Nabi Muhammad ﷺ, sekaligus pemberitahuan dari Allah bahwa ia memang akan binasa.

  • "Tabbat yadaa": Ungkapan ini maksudnya adalah kebinasaan dan kehancuran terhadap usaha Abu Lahab. Tangan dalam bahasa Arab sering merujuk pada usaha dan perbuatan.

  • Ibnu Katsir menyebut bahwa doa ini juga bentuk celaan dari Allah atas penolakan Abu Lahab terhadap kebenaran yang dibawa Rasulullah ﷺ.

  • Kalimat "wa tabba" adalah penegasan, artinya dia memang binasa, baik di dunia maupun di akhirat.


Konteks Turunnya Ayat:

Ibnu Katsir meriwayatkan bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah ﷺ mengumpulkan Bani Hasyim dan keluarga besarnya untuk menyampaikan dakwah secara terang-terangan.

  • Dalam salah satu riwayat, ketika Nabi ﷺ berkata, "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian di hadapan azab yang keras," maka Abu Lahab berkata dengan sinis:

    "Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami?"

  • Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban langsung atas penghinaan Abu Lahab.


Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir:

  • Ayat ini berisi kecaman dan kutukan terhadap Abu Lahab karena permusuhannya terhadap Nabi ﷺ.

  • Segala usaha, kekayaan, dan kedudukannya tidak akan menyelamatkan dia dari azab Allah.

  • Ini adalah salah satu bentuk mukjizat Al-Qur'an, karena ayat ini menyatakan Abu Lahab akan mati dalam kekafiran – dan benar-benar terjadi.



Rabu, 16 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Ikhlas ayat 4


Berikut tafsir Surat Al-Ikhlas ayat 4 menurut Ibnu Katsir:

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”

Tafsir Ibnu Katsir:

  • Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang sebanding, setara, atau menyerupai Allah dalam segala hal — baik dalam zat-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun perbuatan-Nya.

  • Menurut Ibnu Katsir, ini adalah penegasan bahwa Allah Maha Sempurna, dan tidak ada tandingan bagi-Nya dalam kekuasaan, kebesaran, ilmu, rahmat, maupun keesaan-Nya.

  • Ayat ini juga membantah semua bentuk penyekutuan atau tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk). Tidak ada yang bisa disamakan dengan Allah — baik dari kalangan manusia, jin, malaikat, maupun benda-benda yang disembah selain-Nya.

  • Ibnu Katsir mengutip ayat lain untuk mendukung makna ini, seperti:

    "لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ"
    "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura: 11)

Kesimpulan:

Ayat keempat ini menutup Surat Al-Ikhlas dengan penegasan total atas kemurnian tauhid, bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk mana pun, dan Dia Maha Esa dalam semua aspek keberadaan-Nya.


Selasa, 15 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Ikhlas ayat 2


Tafsir Ibn Kathir untuk Surat Al-Ikhlas, ayat 2 berbunyi:

"اللَّهُ الصَّمَدُ" (Allah as-Samad)

Dalam tafsirnya, Ibn Kathir menjelaskan bahwa "as-Samad" adalah salah satu sifat Allah yang memiliki makna sangat mendalam. Kata "as-Samad" sering diterjemahkan sebagai "Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu" atau "Allah Yang Maha Dibutuhkan".

Penjelasan lebih lanjut dalam tafsir Ibn Kathir adalah:

  • As-Samad menunjukkan bahwa Allah adalah tempat segala makhluk bergantung. Tidak ada yang bisa menciptakan atau memberi manfaat selain Allah, dan segala sesuatu bergantung kepada-Nya dalam setiap urusan. Artinya, semua makhluk di alam semesta ini membutuhkan Allah, sementara Allah sendiri tidak membutuhkan siapa pun dan apapun.

  • As-Samad juga diartikan sebagai Tuhan yang tidak ada celaan atau kekurangan pada-Nya, yang selalu sempurna dan tidak membutuhkan apa-apa. Dalam konteks ini, Ibn Kathir merujuk pada pendapat para ulama lain bahwa Allah tidak butuh apapun dari ciptaan-Nya, tetapi segala sesuatu yang ada, baik di langit maupun di bumi, sangat membutuhkan-Nya.

  • Ibn Kathir juga mengutip pendapat dari para sahabat dan ulama lainnya, seperti Ibnu Abbas, yang mengatakan bahwa "As-Samad" adalah Allah yang tidak mempunyai bagian atau sekutu, dan bahwa Dia adalah Tuhan yang abadi, tidak bisa dihancurkan, tidak berubah, serta tidak tergantikan.

Dengan demikian, "as-Samad" menggambarkan keagungan dan kesempurnaan Allah yang tidak membutuhkan apapun, sementara segala sesuatu di alam semesta ini sangat bergantung kepada-Nya.


Tafsir Surat Al Ikhlas ayat 1 : Dia-lah Allah yang Maha Esa


Tafsir Ibn Kathir untuk Surah Al-Ikhlas, Ayat 1 adalah sebagai berikut:

"قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ"
"Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, (Yang Maha) Esa.’" (Al-Ikhlas 112:1)

Penjelasan dari Tafsir Ibn Kathir:

  1. "قُلْ" (Katakanlah):
    Ibn Kathir menjelaskan bahwa perintah untuk mengatakan ini datang dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW, yang dimaksudkan agar beliau menyampaikan kepada umatnya bahwa Allah itu Maha Esa. Ayat ini menunjukkan bahwa wahyu ini harus disampaikan secara jelas dan tegas, bahwa tidak ada sekutu bagi Allah.

  2. "هُوَ ٱللَّهُ" (Dia-lah Allah):
    Ibn Kathir menyebutkan bahwa kata "Huwa" (Dia-lah) merujuk kepada Allah yang Maha Tinggi, yang tidak ada yang lebih besar atau setara dengan-Nya. Allah adalah Tuhan yang tidak ada yang menyerupai-Nya dalam kekuasaan, sifat, atau keesaan-Nya.

  3. "أَحَدٌ" (Yang Maha Esa):
    "Ahad" berarti "Esa" atau "Tunggal," yang menunjukkan keesaan Allah dalam segala aspek. Ibn Kathir menekankan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dalam tafsir ini, "Ahad" lebih dari sekadar satu, tetapi juga menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat dibandingkan dengan-Nya dalam hal sifat, kekuasaan, dan keagungan.

    Ibn Kathir menjelaskan bahwa Al-Ikhlas, yang terdiri dari hanya empat ayat, menyimpulkan inti ajaran tauhid (keesaan Allah) secara singkat dan padat. Ini adalah penegasan tentang ketiadaan sekutu dalam ketuhanan Allah, yang menjadi prinsip dasar dalam ajaran Islam.

Ringkasan:

  • Ayat ini adalah pernyataan tegas tentang keesaan Allah (Tauhid), yang tidak ada yang menyamainya atau setara dengan-Nya.

  • Surah Al-Ikhlas mengajarkan inti dari ajaran Islam tentang monoteisme murni, bahwa hanya Allah yang layak disembah dan tidak ada yang dapat menyamai-Nya dalam sifat dan kekuasaan.


Siksaan dan Ujian: Kisah Muslim Awal di Mekah

Tafsir Alquran Surat Falaq Ayat 5 : Bahayanya Hasad dalam kehidupan


Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Falaq ayat 5:

وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

"Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki."

Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan permohonan perlindungan kepada Allah dari kejahatan orang yang hasad (iri dan dengki), yaitu orang yang menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain.

  • "Jika ia dengki" artinya: ketika ia memperlihatkan kedengkiannya dan berusaha mewujudkan keburukan atas objek kedengkiannya.

  • Orang yang hasad bisa menyakiti orang lain dengan ucapan, tindakan, atau bahkan hanya dengan pandangan mata yang penuh kedengkian (al-‘ain).

  • Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk memohon perlindungan dari kejahatan orang yang hasad, karena kedengkian bisa menjadi sebab fitnah, permusuhan, bahkan kehancuran bagi yang didengki.

Kutipan dari Ibnu Katsir:

“Hasad adalah berharap hilangnya nikmat dari orang lain. Dan ini termasuk akhlak yang tercela, oleh karena itu kita diperintahkan untuk meminta perlindungan dari kejahatan orang yang demikian.”

Ibnu Katsir juga mengaitkan ayat ini dengan kisah Iblis yang dengki kepada Adam, serta kedengkian Qabil kepada Habil, yang menunjukkan betapa bahayanya hasad hingga bisa menyebabkan pembunuhan.


Senin, 14 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Falaq ayat 4 : Waspada dengan sihir.


Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surah Al-Falaq ayat 4:

وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

"Dan dari kejahatan perempuan-perempuan tukang sihir yang meniup pada buhul-buhul."

Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merujuk kepada tukang-tukang sihir, terutama perempuan-perempuan yang melakukan sihir dengan meniup simpul-simpul tali (buhul) sambil membacakan mantra-mantra sihir. Ini adalah bentuk dari sihir yang dilakukan untuk menyakiti orang lain, misalnya untuk membuat seseorang sakit, benci, atau bahkan pisah dari pasangannya.

  • Kata "النَّفَّاثَاتِ" (an-naffāthāt) adalah bentuk jamak dari "nafāthah", yaitu yang meniup. Dalam konteks ini, maksudnya adalah para tukang sihir.

  • Mereka meniupkan mantra sihir sambil membuat buhul atau simpul dalam benang/tali—praktek sihir kuno yang dikenal di kalangan Arab saat itu.

  • Ibnu Katsir menegaskan bahwa praktik ini adalah bentuk sihir yang nyata dan berbahaya, serta termasuk perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam.

Penegasan:

Ibnu Katsir juga mengutip beberapa hadits yang menunjukkan bahwa sihir itu benar-benar ada, dan Rasulullah sendiri pernah disihir oleh seorang Yahudi bernama Labid bin Al-A'sham, dan peristiwa ini kemudian menjadi sebab turunnya Surah Al-Falaq dan An-Nas sebagai perlindungan dari kejahatan sihir.



Tafsir Alquran Surat Al Falaq ayat 3


Berikut tafsir Ibnu Katsir untuk Surah Al-Falaq ayat 3:

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

"Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita."


🕌 Penjelasan Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:

"Al-ghāsiq" adalah malam hari ketika kegelapan menyelimuti. Kata ini juga bisa diartikan sebagai bulan ketika masuk fase gelap, namun mayoritas mufassir memaknainya sebagai malam. Sedangkan 'waqab' artinya masuk dan menyelimuti, yakni saat malam benar-benar gelap."

Dalam riwayat lain, disebutkan:

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Sesungguhnya itu adalah bulan, wahai Aisyah. Maka berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya."
(HR. Tirmidzi dan Nasa'i – sebagian ulama melemahkan sanadnya)

Namun, mayoritas ulama dan juga Ibnu Katsir memilih pemahaman bahwa yang dimaksud adalah kegelapan malam secara umum, bukan bulan secara khusus.

Ibnu Katsir menambahkan bahwa malam adalah waktu di mana keburukan dan kejahatan sering terjadi. Banyak binatang buas, perampok, dan para pelaku maksiat beraksi di malam hari. Karena itu, seorang Muslim diajarkan untuk berlindung kepada Allah dari bahaya yang tersembunyi di waktu malam.


📝 Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir:

Surah Al-Falaq ayat 3 mengajarkan agar kita memohon perlindungan dari Allah terhadap segala bentuk keburukan yang muncul di waktu malam, terutama ketika malam sudah sangat gelap dan menakutkan. Sebab di saat itulah berbagai bentuk kejahatan (baik dari manusia, hewan, maupun makhluk halus) lebih banyak muncul.

Sabtu, 12 April 2025

Tafsir Alquran Surat Al Falaq Ayat 2


Berikut adalah tafsir lengkap Ibnu Katsir untuk Surat Al-Falaq ayat 2:


🔹 Surat Al-Falaq Ayat 2

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

Artinya:
"Dari kejahatan (makhluk) yang Dia ciptakan."


📖 Tafsir Ibnu Katsir

Imam Ibnu Katsir menjelaskan:

  • Ini adalah permohonan perlindungan kepada Allah dari kejahatan semua makhluk ciptaan-Nya.

  • Maksud "مَا خَلَقَ" (yang Dia ciptakan) mencakup seluruh makhluk Allah yang mungkin membawa keburukan atau bahaya, baik:

    • Manusia

    • Jin

    • Hewan buas

    • Racun

    • Penyakit

    • Sihir

    • Kejadian-kejadian alam, dan lain-lain.

➡️ Artinya, kita diminta untuk berlindung kepada Allah dari segala kemungkinan keburukan dari seluruh makhluk, karena hanya Allah yang mampu melindungi dari mereka.


💬 Penegasan Ibnu Katsir:

  • Ayat ini bersifat umum dan menyeluruh. Tidak terbatas pada satu jenis makhluk atau kejahatan tertentu.

  • Tafsir ini diperkuat dengan hadits dan pendapat ulama salaf bahwa segala keburukan—apapun bentuk dan sumbernya—dapat dihindari hanya dengan perlindungan dari Allah.


🧠 Inti Makna:

Allah memerintahkan kita untuk memohon perlindungan dari segala keburukan yang mungkin datang dari makhluk-Nya. Ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan, potensi bahaya bisa datang dari mana saja, dan satu-satunya tempat berlindung yang benar-benar aman adalah Allah.

Jumat, 11 April 2025

Tafsir Alquran Surat An Naas Ayat ke 6 : Setan dari golongan Jin dan Manusia



Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat An-Naas ayat ke-6:


Surat An-Naas Ayat 6

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
"Dari (golongan) jin dan manusia"

Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "waswas" (bisikan jahat) dalam dada manusia bisa berasal dari dua golongan:

"Yaitu dari jenis jin dan manusia."

Menurut beliau, ada setan dari kalangan jin, dan ada setan dari kalangan manusia. Ini juga ditegaskan dalam firman Allah di surat lain:

"Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan jin..."
(QS. Al-An’am: 112)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa setan manusia pun bisa berperan seperti setan jin dalam hal menggoda dan menyesatkan manusia. Bedanya, kalau setan dari jin itu bisikannya tidak terlihat (ghaib), tapi kalau setan dari manusia bisa datang dalam bentuk nyata: teman yang buruk, ajakan kepada maksiat, tipu daya, atau godaan yang terang-terangan.


Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir:

  • Waswas bisa datang dari dua sumber: jin dan manusia.

  • Allah memerintahkan kita untuk meminta perlindungan dari kedua jenis godaan ini.

  • Setan manusia bahkan bisa lebih berbahaya, karena mereka tampak biasa saja, bahkan mungkin tampak seperti teman.

Tafsir Alquran Surat An Naas ayat ke 5 : Rahasia Bisikan Setan


Berikut adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surat An-Naas ayat ke-5:

الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
"Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia."

Penjelasan menurut Tafsir Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan tentang sifat setan yang selalu membisikkan kejahatan dan keraguan dalam hati manusia. Bisikan ini bisa dalam bentuk keraguan terhadap Allah, was-was dalam ibadah, atau bisikan maksiat dan godaan dunia.

Beliau juga menyebutkan bahwa:

  • Setan tidak pernah berhenti membisikkan kejahatan, terutama ketika manusia sedang lengah atau lemah imannya.

  • Dada disebutkan secara khusus karena ia merupakan tempat hati, dan hati adalah pusat niat serta keyakinan.

  • Yang dibisikkan itu bisa berasal dari setan jin maupun setan manusia (akan dijelaskan lebih lanjut di ayat ke-6).

Ibnu Katsir juga mengutip hadits dari Nabi ﷺ bahwa setan duduk di dada manusia dan membisikkan kejahatan, dan bila manusia mengingat Allah, maka setan itu mundur.

Kamis, 10 April 2025

Tafsir Ibnu Katsir: Surah An-Naas Ayat 4 – Bahaya Bisikan Setan yang Bersembunyi


Berikut ini adalah tafsir Ibnu Katsir untuk Surah An-Naas ayat ke-4:


📖 Surah An-Naas Ayat 4:

مِن شَرِّ ٱلْوَسْوَاسِ ٱلْخَنَّاسِ
"Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi."


🕌 Tafsir Ibnu Katsir:

Dalam penjelasan Ibnu Katsir, ayat ini menunjukkan objek perlindungan: yaitu setan yang berbisik lalu bersembunyi.

Penjelasan kata-kata kunci:

  • الوسواس (al-waswās):
    Artinya yang membisikkan, yaitu setan yang menggoda manusia lewat lintasan pikiran atau hati.

  • الخناس (al-khannās):
    Artinya yang bersembunyi dan mundur, yaitu setan yang mundur dan bersembunyi ketika nama Allah disebut.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa:

"Setan itu terus membisikkan ke dalam hati manusia, dan ketika manusia mengingat Allah, dia mundur dan sembunyi. Jika manusia lalai, maka ia kembali dan melancarkan godaannya."

Beliau juga mengutip hadits Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa:

"Setan duduk di atas hati anak Adam. Bila ia mengingat Allah, setan menjauh. Bila ia lalai, setan membisikkan ke dalam hatinya."


🧠 Makna Mendalam dari Ayat Ini:

  • Ayat ini mengajarkan bahwa serangan setan terjadi secara halus, lewat was-was, yaitu lintasan pikiran yang jahat.

  • Tapi ia tidak memiliki kekuatan nyata, dan akan mundur bila manusia mengingat Allah.


Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir:

  • Allah memerintahkan manusia untuk berlindung dari kejahatan setan, yang menggoda lewat bisikan hati.

  • Sifatnya khannās (bersembunyi) menandakan bahwa perlindungan dari Allah adalah senjata utama melawan setan.



Tafsir Alquran Surat An Naas Ayat ke 3




Tafsir Ibnu Katsir: Surah An-Naas Ayat 3 – Allah sebagai Ilah (Tuhan) Manusia

Teks Ayat:

إِلَـٰهِ ٱلنَّاسِ
"Tuhan manusia." (QS. An-Naas: 3)

Pendahuluan:

Surah An-Naas adalah salah satu surat pendek yang sangat penting dalam Al-Qur'an. Surat ini mengajarkan manusia untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan makhluk yang tersembunyi, terutama dari bisikan setan. Dalam ayat ke-3, Allah menyebut diri-Nya sebagai "Ilāh an-Nās", yang mengandung makna teologis yang dalam dan penting.


Makna "Ilāh an-Nās" Menurut Ibnu Katsir:

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa "Ilah" berarti Tuhan yang berhak disembah. Maka, "Ilāh an-Nās" berarti:

"Tuhan mereka yang sesungguhnya, tidak ada Tuhan bagi mereka selain-Nya."

Beliau menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya yang patut disembah oleh manusia, dan ini menandakan keesaan Allah (tauhid uluhiyah).

Untuk menguatkan makna ini, Ibnu Katsir juga mengutip ayat lain dalam Al-Qur'an:

"Dan Dialah Tuhan yang disembah di langit dan Tuhan yang disembah di bumi."
(QS. Az-Zukhruf: 84)


Tiga Sifat Allah yang Disebutkan dalam Surah An-Naas:

Dalam ayat-ayat sebelumnya dan ayat ini, Allah menyebut tiga sifat-Nya secara berurutan:

  1. Rabb an-Nās – Pemelihara dan pengatur manusia.

  2. Malik an-Nās – Raja dan penguasa manusia.

  3. Ilāh an-Nās – Tuhan yang disembah oleh manusia.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa penyebutan ketiga sifat ini menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah atas manusia dari segala aspek—penciptaan, penguasaan, dan peribadahan.


Kesimpulan:

Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini mengajak manusia untuk kembali dan bergantung hanya kepada Allah, karena Dialah satu-satunya Ilah (Tuhan) yang layak disembah. Ini memperkuat permohonan perlindungan dari kejahatan setan yang akan dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya.



Al-Bayyinah: Bukti Nyata Kebenaran Ilahi dalam Al-Qur'an dan Kenabian Muhammad

Tafsir Ibnu Katsir untuk Surat Al-Bayyinah ayat 1 menjelaskan makna dari firman Allah SWT: لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِت...